Monday, 4 November 2013

HUKUM JUAL BELI AYAM BANGKOK

Mubah memelihara ayam bangkok dan memperjualbelikannya. Memelihra hewan baik untuk dikonsumsi, dikendarai, dikoleksi/kesenangan, diperjualbelikan dan semua jenis pemanfaatan yang diizinkan oleh Syara' hukumnya Mubah. Dalilnya adalah keumuman lafadz Ayat dalam Al-Quran yang menjelaskan bahwa semua yang ada dibumi ini diciptakan untuk manusia.

Allah berfirman;

{هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا} [البقرة: 29]



Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu (Al-Baqoroh:29)


Lagipula, di masa Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam memelihara hewan untuk dimanfaatkan adalah hal yang lazim, baik untuk dikonsumsi dan diperjual belikan (seperti pemeliharaan unta, sapi, dan kambing), untuk dikendarai (seperti pemeliharaan kuda, unta, dan keledai), maupun sekedar kesenangan (seperti pemeliharaan burung dan kucing). Taqrir (sikap diam) Rasulullah Shallalahu 'Alaihi Wasallam terhadap hal tersebut menjadi dalil yang menguatkan bahwa memelihara hewan dengan tujuan pemanfaatan yang diizinkan Syara' hukumnya Mubah. Dari sisi ini memelihara ayam bangkok dari sisi memeliharanya juga dihukumi Mubah baik untuk koleksi, dikonsumsi, diperjual belikan dan sebagainya.

Adapun hukum memperjual belikan ayam bangkok, maka hukumnya juga Mubah berdasarkan keumuman Mubahnya jual beli. Allah berfirman;

{وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ} [البقرة: 275]
Allah menghalalkan jual beli (Al-Baqoroh; 275)



Dalam ayat di atas ditegaskan bahwa Allah menghalalkan jual beli. Jual beli yang disebut dalm ayat di atas lafadznya umum mencakup semua jenis dan macam jual beli. Oleh karena itu, selama tidak ada dalil yang mengharamkan jenis jual beli tertentu, seperti jual beli bangkai atau salib maka kemubahan jual beli tetap berlaku, sehingga jual beli ayam bangkok termasuk keumuman Mubahnya jual beli dalam ayat ini.



Adapun fakta bahwa ayam bangkok bisa digunakan untuk sabung ayam (yang terkadang disertai judi) sementara mengadu hewan terlarang, maka hal ini belum cukup dijadikan alasan untuk mengharamkan jual beli ayam bangkok karena tiga alasan;

Pertama; Potensi disalahgunakannya barang halal untuk melakukan perbuatan haram (secara Dhonni/dugaan) tidak bisa dijadikan alasan mengharamkan jual beli atas barang halal tersebut. Jika direnungi,  hampir seluruh muamalah berpeluang dipakai untuk perbuatan jahat, namun peluang itu tidak menjadi standar kehalalan harta yang didapatkan. Jasa mengajar browsing bisa digunakan untuk mencari konten-konten telanjang, jasa mengajar bela diri bisa digunakan untuk memeras dan memukuli orang, jasa akuntansi bisa digunakan untuk menjadi saksi transaksi riba, jasa kos-kosan bisa digunakan untuk berzina, menjual pisau bisa digunakan untuk membunuh orang, menjual pulsa bisa digunakan untuk merayu yang tidak halal, menjual VCD player bisa digunakan untuk melihat film biru, menjual makanan energi yang didapatkan bisa digunakan untuk memperkosa orang dan seterusnya. Singkatnya, status kehalalan Jual beli bukan dilihat dari peluang digunakannya produk jasa untuk kejahatan, juga bukan dilihat dari kejadian riil secara kasuistik penyalahgunaan produk jasa tersebut. Status kesahihan Akad Jual beli cukup dilihat dari kehalalan barang yang diperjual belikan dari segi barang itu sendiri.

Kedua; Ayam bangkok sebagai obyek jual beli (ma'qud 'Alaih) adalah barang halal. Rukun  jual beli terkait Ma'qud 'alaih berkaitan dengan kehalalannya telah terpenuhi pada akad jual beli ayam bangkok. Oleh karena Rukun tersebut terpenuhi, maka jual belinya sah.

Ketiga; menyabung ayam adalah perbuatan lain yang terpisah dengan akad jual beli. Jual beli terkait dengan keabsahan akadnya hanya memperhatikan hubungan antara penjual dan pembeli dari segi syarat-syarat yang dituntut Syara' agar jual beli tersebut dihukumi sah. Perbuatan lain yang dilakukan terkait barang yang diperjual belikan tidak terkait dengan akad jual beli tersebut, tetapi terkait dengan perbuatan pembeli saja. Oleh karena itu, tanggung jawab dan hisab atas perbuatannya dipikul pembeli, bukan penjual.

Lagipula, ketika Islam mengharamkan suatu perbuatan, maka hal itu tidak bisa difahami bahwa islam juga mengharamkan jual beli atas benda yang dipakai untuk melakukan perbuatan haram tersebut. Ketika islam mengharamkan memakai emas sebagai tempat makan dan minum, maka hal ini tidak bermakna haramnya jual beli emas. Ketika Islam mengharamkan lelaki memakai sutra, maka hal ini tidak bermakna haramnya jual beli sutra. Ketika Islam mengharamkan membunuh, maka hal ini tidak bermakna haramanya jual beli pedang dan pisau yang bisa digunakan untuk membunuh..dan seterusnya.

Ringkasnya, status kemubahan jual beli hanya memperhatikan akad jual beli saja bukan perbuatan yang mungkin terjadi setelah akad jual beli tersebut. Keharaman jual beli pada suatu barang dilihat dari status kehalalan barangnya hanya berlaku dalam satu kondis yaitu; Syara' mengharamkan barang tersebut. Jika sebuah barang telah dinyatakan dengan jelas keharamannya maka memperjual belikannya jelas dilarang. Bukhari meriwayatkan;

صحيح البخاري (7/ 484)
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّهُ سَمِعَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ عَامَ الْفَتْحِ وَهُوَ بِمَكَّةَ إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ وَالْأَصْنَامِ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ شُحُومَ الْمَيْتَةِ فَإِنَّهَا يُطْلَى بِهَا السُّفُنُ وَيُدْهَنُ بِهَا الْجُلُودُ وَيَسْتَصْبِحُ بِهَا النَّاسُ فَقَالَ لَا هُوَ حَرَامٌ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِنْدَ ذَلِكَ قَاتَلَ اللَّهُ الْيَهُودَ إِنَّ اللَّهَ لَمَّا حَرَّمَ شُحُومَهَا جَمَلُوهُ ثُمَّ بَاعُوهُ فَأَكَلُوا ثَمَنَهُ

“Dari Jabir ra. Bahwasanya beliau mendengar Rasulullah SAW bersabda pada saat tahun penaklukan Mekah: Sesungguhnya Allah dan RasulNya mengharamkan jual beli Khomer, bangkai, babi, dan patung berhala. Beliau ditanya; Wahai Rasulullah  bagaimana dengan lemak bangkai? Benda itu dibuat mengecat perahu, meminyaki kulit dan dibuat penerangan oleh orang-orang. Maka Nabi bersabda; Tidak, tetap haram. Kemudian Rasulullah SAW pada saat itu bersabda: semoga Allah memerangi orang-orang Yahudi. Sesungguhnya Allah ketika mengharamkan lemak bangkai, mereka mencairkannya lalu menjualnya lalu memakan harganya” (H.R.Bukhari)

Khomer, bangkai, babi, dan patung berhala semuanya jelas diharamkan oleh Syara' oleh karena itu memperjual belikannya hukumnya haram. Semua benda yang tidak bisa dibuktikan bahwa Nash mengharamkannya kembali pada hukum asalnya yaitu Mubah, sehingga memperjualbelikannya juga dihukumi Mubah.

Namun, jika ada pembeli tertentu yang memang dikenal sebagai tukang sabung ayam dan masyhur dalam hal itu sehingga bisa dipastikan ayam tersebut digunakan untuk aduan, maka sebaiknya jual beli seperti ini dihindari. Khawatirnya termasuk tolong menolong dalam dosa yang dilarang oleh syariat karena fakta kepastian tersebut juga termasuk wasilah yang secara pasti mengantarkan pada keharaman.

Allah berfirman;



{وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ} [المائدة: 2]



dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran (Al-Maidah;2)


"MAKA DARI ITU SAYA BETERNAK
AYAM BANGKOK PEDAGING"